Dalam ceramah umumnya yang berjudul “Pembaruan Karismatik Katolik: Rahmat, Tantangan dan Misi” Rm. Deshi Ramadhani, SJ (dosen KS STF Driyarkara, Jakarta) malam ini 21 September 2012 memberikan beberapa tantangan kepada para leader karismatik soal jati diri/identitas dan misi gerakan karismatik.
1) Dalam sejarahnya, para pendiri gerakan karismatik begitu berpegang pada pengalaman Gereja perdana akan kehadiran Roh Kudus yang memampukan para Rasul berani bersaksi tentang Yesus kepada sebanyak mungkin orang. Maka, ciri gerakan ini adalah gerakan keluar (ad extra). Kita bisa baca kisah ini dalam Kis 1-4. Nah, dalam perkembangannya, banyak leader karismatik yang mengalihkan perhatiannya bukan lagi pada kehadiran Roh Kudus, tapi lebih pada karisma-karismaNya saja (1Kor 12-14). Gerakan dalam 1Kor 12-14 ini arahnya lebih pada pembenahan internal jemaat (ad intra). Tekanan yang berlebihan pada karisma/karunia Roh Kudus ini bisa mengalihkan perhatian dari Roh Kudus yang justru menjadi aktor utama dalam gerakan pembaruan.
2) Para pendiri gerakan karismatik adalah para kaum muda yang berusia antara 19-35 th. Mereka adalah manusia-manusia dengan energi yang cukup besar untuk membangun ikatan kuat di antara mereka dan kreatif untuk mewarta kepada orang lain. Sementara, gerakan karismatik saat ini banyak diisi oleh umat rentang usia 35-65 tahun yang secara energi sudah mulai menurun dan secara kreativitas sudah mulai stagnan. Maka, pembinaan kaum muda adalah prioritas penting dan mendesak untuk dilakukan oleh gerakan karismatik. Jika pada tahun 1967 (tahun dimulainya gerakan pembaruan karismatik), Allah berani mempercayakan gerakan pembaruan kepada anak-anak muda, mengapa sekarang kita cenderung ragu dan skeptis dengan potensi kaum muda kita?
3) Karismatik mengalami perkembangan pesat justru ketika gerakan ini belum diterima dan didampingi oleh hierarki. Maka pertanyaannya adalah ketika saat ini gerakan karismatik sudah diterima, apakah semangatnya masih sama? Apakah gerakan ini juga masih rajin untuk menguji berbagai macam pengalaman-pengalaman kerohaniannya? Karunia pembedaan ini sangat penting supaya karismatik tidak mengambil semua tugas pelayanan yang nampaknya baik, tapi sebetulnya tidak perlu dilakukan oleh karismatik. Mungkin tugas itu lebih cocok untuk kelompok lain. Pendek kata, jangan sampai semua pelayanan ingin dikarismatikkan seolah-olah hanya karismatik yang bisa melakukannya. Ingat bahwa yang penting adalah kesatuan (unity), bukan keseragaman (uniformity).
4) Banyak orang karismatik saat ini yang kurang paham dengan pengalaman karismatik itu sendiri. Mengutip Paus Yohanes Paulus II, Rm. Deshi menekankan bahwa ciri karismatik adalah kepenuhan karunia-karunia untuk membangun hidup rohani yang menanamkan kegemaran akan keheningan dan kedalaman rohani. Tanpa keheningan, tidak akan ada kedalaman spiritual. Tanpa ada kedalaman spiritual, tidak akan ada kesaksian. Tanpa kesaksian, Gereja akan mati.
5) Dalam Kis 1-4, kehadiran Roh Kudus dalam diri Petrus dan para rasul yang lain memampukan mereka untuk menyembuhkan orang-orang sakit fisik. Pertanyaan yang diajukan oleh Rm. Deshi: mengapa akhir-akhir ini, karisma penyembuhan sakit fisik ini mulai hilang dari Persekutuan-Persekutuan Doa Karismatik? Ini tanda-tanda apa?
Setelah makan malam, ada 4 lokakarya lagi:
1) Doa Syafaat dan Worship
2) Karunia-Karunia Roh Kudus
3) Kehidupan Doa seorang Pemimpin
4) Kepemimpinan Rohani.
Malam ini, saya ikut lokakarya Doa Syafaat dan Worship yang diampu oleh Pater Benny Phang, OCarm. Di sana dijelaskan panjang lebar tentang makna doa penyembahan dan doa syafaat.
Malam ini, sebagian besar peserta sudah istirahat untuk melanjutkan acara besok pagi..
Pembuat berita : Romo Deddy Setiawan Pr – Imam diosesan Keuskupan Purwokerto
http://www.santo-laurensius.org/2012/09/22/konvenas-xii-pembaruan-karismatik-katolik-3/
file: 22 september 2012
No comments:
Post a Comment