Pada tanggal 10 – 16 September 2012 yang lalu telah diadakan Pertemuan Kateketik Antar Keuskupan Se-Indonesia X yang berlangsung di Cisarua Bandung, dengan tema ”KATEKESE DI ERA DIGITAL” – Peran Imam dan Katekis dalam Karya Katekese Gereja Katolik Indonesia di Era Digital
Pada kesempatan tsb sebagai Panelis romo Y.I. Iswarahadi, SJ dari SAV Puskat menyampaikan paparannya
Sekarang ini, kita sudah beralih ke zaman lisan kedua yang disemarakkan oleh televisi dan teknologi informatika. Situasi tersebut masih disemarakkan lagi dengan hadirnya perangkat teknologi informatika, baik komputer dan hand-phone yang diintegrasikan dengan telekomunikasi. Maka bertumbuhlah ‘dunia maya’ yang didukung dengan alat-alat baru dengan segala fasilitasnya yang menawan. Inilah yang disebut sebagai media baru, zaman informatika yang serba digital. Yang jelas, realitas dunia sekeliling kita yang telah berubah ini merupakan konteks yang harus diperhatikan apabila kita mau mengadakan kegiatan pewartaan iman.
Permasalahan pokok pewartaan di zaman ini bukanlah “alat komunikasi apa yang harus kita pakai” melainkan “cara komunikasi macam apakah yang perlu kita pakai agar pewartaan iman mengena bagi umat yang hidup di zaman digital itu.’
Konsili Vatikan II menerbitkan dekrit Inter Mirifica untuk menanggapi berkembangnya media komunikasi. Gereja menganjurkan agar para gembala dan umat melihat peluang positif dari media, sekaligus meningkatkan kewaspadaan terhadap dampak negatif dari media.
Aetatis Novae juga menegaskan bahwa tak cukup hanya menggunakan media untuk menyebarkan pesan kristiani dan ajaran Gereja yang otentik. Perlu juga mengintegrasikan pesan Injil dalam kebudayaan baru yang diciptakan oleh komunikasi modern. The medium is the message. Bila bahasa pewartaan yang mencakup seluruh penampilan Gereja,. perilaku, struktur dan sikap-sikapnya tidak diperbaharui, orang zaman ini tidak akan menangkap pesan yang disampaikan Gereja. Kita harus mencari cara yang bisa menyentuh sensibilitas masyarakat modern.
Beriman dengan Bermedia
Yesus menggunakan metode naratif eksperiensial dalam mewarta. Metode naratif eksperiential tidak hanya menyangkut sarana, tetapi otentisitas hidup pewarta. Oleh sebab itu, ada tida hal yang mesti diperhatikan: kejujuran dan keaslian kesaksian si pewarta, media yang sesuai, dan perjumpaan dengan orang atau realitas konkrit.
Kegiatan “katekese audio-visual” dapat dilakukan dalam berbagai bentuk atau proses:
- Pertemuan reguler seminggu sekali dalam kesempatan katekese di wilayah/paroki atau kelompok tertentu.
- Pertemuan periodik dalam kesempatan rekoleksi (orang muda, muda-mudi, kaum religius)
- Retret audio visual
- Penayangan film di bioskop dan siaran program religius lewat televisi, radio dan penayangan renungan-renungan rohani. Bentuk ini dapat ditindaklanjuti dengan ‘perjumpaan darat’ antara para pemirsa atau pendengar
- Pendalaman iman melalui khotbah audio visual di Gereja
- Pewartaan iman melalui media baru (website, youtube, facebook, twitter, email, dll).
Kekuatan audio-visual akan semakin kentara apabila didukung oleh tempat yang sesuai, sarana teknis yang mencukupi, metode pendalaman program audio-visual yang partisipatif dan fasilitator yang komunikatif. Internet sesungguhnya sudah menyediakan sarana-sarana untuk pewartaan. Persoalannya sekarang, adalah bagaimana kita memaksimalkan sarana-sarana yang sudah ada itu untuk pewartaaan.
Sumber : Romo Dimas Danang AW Pr – Keuskupan Purwokerto – Koodinator Ketua ketua Komkat Keuskupan-keuskupan Regio Jawa
http://www.santo-laurensius.org/2012/09/20/pewartaan-iman-melalui-media/
file: 20 September 2012
No comments:
Post a Comment